Skip to main content

Motivation Letter by Raka Kresna

Saya berasal dari keluarga yang cukup mampu, dan saat kecil saya bertempat tinggal di desa lalu orang tua saya menyekolahkan saya di kota. Rumah dan sekolah ku bisa di bilang jauh, harus menempuh waktu sekitar 1 jam untuk sampai ke sekolah. Waktu yang lama untuk di lakukan setiap hari dan pulang pergi. Lalu saat aku SMP keluarga ku pindah ke kota dan aku sekolah di SMP favorit di sana. Saya selama SMP gatau mau ngapain dan ujung ujung nya cuman sekolah pulang sekolah pulang setiap harinya.

Masa SMP telah berlalu lalu saya beranjak ke SMA, saya pun bersekolah di SMA terfavorit di sana, saya masuk ke sana dengan nem tertinggi di kelas waktu SMP. 1 bulan telah berjalan, ini adalah awal awal dari masa SMA, saya berfikir saya harus punya masa masa indah di SMA. 4 bulan telah berjalan dan saya baru sadar kalau saya Broken Home yang berujung tempra mental, entah apa yang membuat saya tempra mental tapi saya sadar 1 hal yang membuat saya seperti ini, yaitu orang tua.

Orang tua saya ada tapi saya tidak pernah merasakan keberadaannya, saya bisa di bilang jarang berkomunikasi dengan orang tua saya, saya juga jarang bercerita tentang apa apa ke orang tua saya. Sampai akhirnya di dalam sebuah rumah yang ada hanya sebagai formalitas keluarga. Ada suatu saat saat saya menginjakan kaki kerumah, saya berfikir “kenapa saya harus Kembali kerumah ini?”.

Kelas 11 pun tiba, 1 tahun kebelakang adalah perjuangan ku yang sulit terhadap hidup ini di umur 16 tahun, dan saya masih bisa bersyukur pasti ada yang lebih parah dari saya, terima kasih tuhan. Kelas 11 adalah waktu dimana saya berdamai pada diri saya bahwa ya emang hidup kita seperti ini, akan selalu ada yang hilang. Jika kita punya uang dan kepintaran kadang kita tidak bisa punya kebahagian, jika kita punya uang dan kebahagiaan kadang kita tidak diberi kepintaran, mungkin itu adalah cara tuhan untuk mengimbangi alam ini.

Sembari berjalannya waktu saya makin bisa menerima bahwa tidak ada kehidupan yang benar benar sempurna dan kita harus mengamini bahwa “hidup tidak akan adil, kalau hidup adil, hidup akan menjadi sempurna”. Saat saya sudah berdamai dengan itu semua akhirnya saya bisa menjalani hidup ini dengan nyaman,. Pada saat itu saya menekankan pada diri saya bahwa saya tidak mau anak saya merasakan apa yang saya rasakan kemarin kemarin, biar itu jadi pelajaran buat saya dan jadi pembelajaran untuk anak saya.

Waktu hampir habis di masa SMA ini, Angkatan saya sudah akan melakukan SNMPTN dan SBMPTN, waktu yang singkat bagi ku untuk mempelajari hidup di masa SMA ini. Saya bisa di bilang hoki bisa masuk ke Universitas Brawijaya jurusan Arsitektur, ntah doa apa yang saya panjatkan, mungkin ini yang terbaik. Kadang hidup suka tidak di duga-duga, yang dari awal kelas 10 saya ingin masuk ke perfilman Indonesia, tapi pada akhrinya saya masuk jurusan arsitektur, tak terbesit di fikiran ku untuk masuk ke sini pada waktu itu.

Untuk yang baca Essay ini pesan ku cuman 1, hidup itu pilihan, kita mau menjalani atau diam saya, kita mau berubah atau tidak, kita mau keluar dari zona nyaman atau tidak, semuanya itu pilihan, kemabli lagi ke diri kitanya apakah kita siap mengalami perubahan, jika sudah siap dan sudah melakukan perubahan, berdamailah dengan diri sendiri dan tetap bersyukur bahwa hidup engga ada yang sempurna.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar
-->